POST Collaborator: Seumpama Books
Seumpama terdiri dari dua perempuan pencinta buku, Rassi Narika (Rassi) dan Referika Rahmi (Ninit). Setelah pertama kali menjumpai mereka di akhir Desember 2015, obrolan kami berlanjut pada ide kolaborasi. Selama bulan Februari 2016 yang lalu, kami bersama-sama menggagas acara Pojok Buku di 1/15 Coffee,sebuah kolaborasi yang menghadirkan buku-buku serta obrolan-obrolan soal buku di sebuah sudut kedai kopi. Pada periode itulah kami mulai mengenal lebih dalamRassi dan Ninit. Pertemuan-pertemuan tersebut meyakinkan kami bahwa mereka yang menyukai buku dan membaca, tentu juga akan menyukai mereka dan hal-hal yang mereka lakukan.
Beberapa waktu yang lalu Maesy berbicara dengan Rassi dan Ninit mengenai Seumpama Books dan hal-hal yang hendak mereka lakukan.
Halo, Rassi dan Ninit! Boleh cerita sedikit mengenai mengenai Seumpama Books?
Ninit: Kami merujuk Seumpama sebagai studio buku. Sebuah studio adalah ruang di mana para seniman memahat atau melukis; tempat di mana musik dan film diciptakan; juga tempat para lakon teater berlatih. Di sana kami mengkurasi judul-judul, mempelajari serta mengasah kemampuan menulis cerita, menganalisa pasar, dan berhubungan dengan audiens komunitas pembaca buku. Sedangkan untuk toko buku dan jasa penerbit merupakan bentuk relevansi Seumpama sebagai studio dengan kegiatan-kegiatan yang ada di komunitas buku.
Rassi: Saya gemar membaca buku dan memiliki sebuah toko buku atau sejenisnya merupakan hal yang selalu saya impikan. Bukankah semua pencinta buku memimpikan hal yang serupa? Saya menanggapi ide tersebut dengan sungguh-sungguh setelah kembali dari studi saya. Saya ingin memulai sesuatu yang benar-benar milik saya dan beberapa kawan selalu menyinggung bahwa buku anak-anak merupakan suatu hal yang bisa saya tulis. Saya menyukai ide tersebut, namun pada saat itu saya masih belum yakin bagaimana cara merealisasikannya. Saat Ninit menyatakan kesulitannya dalam mencari buku anak-anak, perasaan saya bercampur-aduk. Gembira dan khawatir di saat yang bersamaan. Saya mendengar banyak kisah kerjasama berbasis persahabatan yang tidak menyenangkan dan saya tidak ingin merusak persahabatan kami. Akan tetapi, ide Ninit mendirikan studio buku pada saat itu memang relevan dan datang pada waktu yang tepat. Hal berikutnya yang kami lakukan sangat pragmatis. Kami melakukan sebuah penelitian kecil tentang pasar dan industri hanya untuk melihat seberapa memungkinkan ide kami itu. Kami tak ingin ini hanya menjadi sesuatu yang muncul sekali lalu hilang begitu saja.
Selamat atas terbitnya buku kalian yang pertama, Terbang, terutama untuk Rassi yang menulis sekaligus menjadi ilustrator dari buku tersebut. Buku seperti apakah yang hendak kalian terbitkan selanjutnya?
Rassi: Terima kasih! Meskipun sesungguhnya Seumpama terbentuk bukan secara khusus untuk anak-anak, namun saya pribadi akan tetap mengerjakan buku-buku bergambar anak-anak. Saat ini pun saya tengah mengerjakan beberapa judul untuk buku anak-anak yang lain. Saya rasa kita sering mengabaikan kebijaksanaan yang ada di celotehan serta cara pandang anak-anak. Karenanya saya masih tertarik untuk bermain-main di area ini.
Selain menulis buku anak, Seumpama juga menggelar sesi mendongeng untuk anak-anak dalam kolaborasi Pojok Buku dengan POST dan 1/15 Coffee. Bisa bercerita sedikit soal sesi-sesi kalian itu?
Ninit: Sesi-sesi itu menyenangkan sekali. Kami mencoba beberapa metode baru yang belum pernah kami coba sebelumnya. Mendongeng merupakan hal yang cukup umum, namun menciptakan cerita bersama adalah hal yang baru untuk kami. Kami telah melakukan beberapa penelitian dan kami memutuskan bahwa pengelompokan berdasarkan umur akan membuat aktifitas lebih efektif. Kami memiliki dua kelompok umur, yaitu umur 2-3 dan 4-6 tahun.
Kami membuat draf cerita dan mempersiapkan properti yang memudahkan anak-anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Untuk menciptakan cerita, kami memberi beberapa alat yang bisa mereka gunakan. Untuk yang lebih muda, kami memiliki satu pak kain flanel yang telah dipotong-potong dan bisa mereka tempel dengan orang tua mereka pada secarik kertas. Sementara yang lebih tua dapat menggambar buku cerita mereka sendiri yang bisa mereka simpan. Sangat menyenangkan melihat bagaimana anak-anak menanggapi kegiatan tersebut.
Koleksi Seumpama banyak yang terdiri dari buku-buku lama yang berasal dari Britania Raya. Mengapa kalian memilih buku-buku dari era tersebut?Apa dua buku yang sangat kalian rekomendasikan kepada para pembaca?
Rassi: Kami tumbuh besar membaca buku-buku klasik, dan karya-karya Penguin mengisi sebagian besar daftar bacaan kami. Kami menyukai konsistensi tampilan mereka. Hal tersebut memberikan perasaan bersahabat yang tidak mengintimidasi. Judul-judul yang kami miliki kebanyakan berasal dari era awal Penguin. Kami melihat karya-karya pada era ini merayakan esensi dari cerita fiksi serta kebutuhan untuk menyebarluaskan pemikiran. Di jaman itu gangguan dalam menulis seolah tidak sebanyak sekarang, sehinga karya-karya yang dihasilkan, juga pilihan-pilihan katanya, terasa begitu luas dan di saat yang sama terfokus.
Pada akhirnya, buku-buku kuno menggambarkan bagaimana pemikiran-pemikiran lahir, tumbuh, serta berevolusi. Banyak buku-buku lama ini memiliki lipatan-lipatan, pesan untuk orang terdekat, kalimat-kalimat dari tahun 1940an yang diberi garis bawah. Membacanya membuat kita seolah sedang memegang mesin waktu.
Kami merekomendasikan buku-buku Margery Allingham yang menulis buku-buku kriminal dan misteri. Orang mungkin akan membandingkan dia dengan Agatha Christie, tapi kami merasa karya-karya Margery Allingham mampu menggambarkan isu-isu sosial secara kuat. Kalian bisa menengok Sweet Danger dan Hide My Eyes yang ia tulis. Virginibus Puerisque oleh Robert Louis Stevenson juga merupakan koleksi kami yang menarik untuk dibaca. Buku ini mencakup beberapa essai-essai sederhana yang ia tulis, soal pernikahan, masa muda, penyakit, hingga soal lampu-lampu gas yang menawan. Tapi jangan lupa, ia juga menulis Dr. Jeckyll and Mr. Hyde. Jadi, karenanya topik-topik sederhana yang ia tulis dapat menjadi sangat menarik.
Sejauh ini interaksi Seumpama dengan publik terjadi di acara-acara pop-up seperti Christmas Market dan Pojok Buku di 1/15, juga Kenduri Kata di Suar Art Space. Hal menarik apa yang ada dalam benak kalian terhadap para pembaca di acara-acara itu?
Ninit: Kami selalu senang bertemu dengan mereka yang memiliki kegemaran yang sama - atau bahkan lebih - terhadap buku dan narasi. Kami awalnya memiliki keraguan apakah buku - terutama buku fisik - akan tetap hidup. Selain itu, terbitnya Terbang juga mengkonfirmasi bahwa buku dan narasi masih penting bagi generasi berikutnya. Hal itu mendorong kami untuk mencari lebih banyak cerita yang mampu mengisi dunia dongeng untuk khalayak luas, bukan hanya untuk anak-anak.
Di lain sisi, kami merasa bahwa beberapa orang masih menganggap buku sebagai suatu hal yang ekslusif dan berbeda, atau sebagai sebuah aktifitas yang cenderung dianggap "mahal". Kita harus membuat buku terlihat lebih menyenangkan, tidak mengintimidasi, inklusif, namun tetap mencerahkan.
Seumpama Books
seumpamabooks.com
Tulisan ini disarikan dari wawancara dalam Bahasa Inggris di blog The Dusty Sneakers pada bulan Maret 2016 oleh Maesy Ang, diterjemahkan untuk POST oleh Annisa Eisermann. Foto oleh Seumpama Books.