Aku panggil emakku, Meps, dan bapakku Beps. Kenapa? Hihihi aku nggak tahu. Tahu-tahu aku sudah panggil mereka begitu. Mepsku, rambutnya pendek banget. Kata Beps, setiap Minggu Meps mesti cukur. Kalau tidak, kesaktiannya hilang. Apa kesaktian Meps? Nanti aku ceritakan.

Begitu tokoh Soca, narator dalam “Aku Meps dan Beps”, memulai kisahnya. Malam itu, masing-masing dari kami memegang foto kopi manuskrip buku itu. Dan paragraf pertama itu -- yang diucapkan bocah perempuan mungil berambut poni, bergigi kelinci, yang sedang tertawa lebar sekali hingga matanya menjadi semacam garis -- membuat kami menekuni terus narasinya, lembar demi lembar, hingga halaman terakhir. Di akhir bacaan, salah satu dari kami berkata betapa ia ingin memperbanyak naskah itu dan membagikannya kepada para keponakan di kampung halaman. Kami tertawa dan menganggap itu ide yang manis sekali. Kami berempat saling tersenyum.

Naskah pertama POST Press sudah ditemukan.

“Aku, Meps, dan Beps” bercerita tentang keseharian si kecil Soca dan bagaimana ia melihat hal-hal di sekitarnya; orang tua, binatang peliharaan, kerabat, banjir, masa awal sekolah, dan lain-lain. Soca membawa kita kembali mengunjungi masa kanak-kanak ketika hal-hal sederhana seperti memelihara hewan, pergi berenang, memasak, dan mengamati interaksi orang tua adalah kegiatan yang menyenangkan.

Kami menyukai naskah ini untuk banyak alasan. Selain bahwa ia dituturkan dari kacamata seorang anak kecil yang melihat keseharian dengan sudut pandang yang segar, ia pun disajikan dengan wajar. Ia mengingatkan kami pada anak-anak kecil yang nyata, anak-anak gang sebelah, atau komplek depan, yang mungkin juga sering berkeliaran di sekitar rumah kami. Ia tidak menyajikan potret anak yang melulu manis. Soca tidak suka sayur dan gemar berlama-lama main game. Para orang tua pun bukan sosok pahlawan yang sempurna. Meps terkadang pelupa, atau mudah uring-uringan, sementara Beps mendengkur dengan suara nyaring, atau sering terlambat saat janjian, atau main kartu sampai pagi.

Kisah di balik penulisannya juga membuat kami merasa dekat dengannya. Buku ini ditulis sebagai rekreasi, sebuah kolaborasi ibu dan anak, di mana banyak fragmen di sana didiktekan Soca Sobhita saat ia masih kanak-kanak yang kemudian diketik oleh sang ibu, Reda Gaudiamo.

Meps itu bisa marah-marah sama siapa saja. Tanaman juga bisa dimarahi.”

Bunyi pembukaan salah satu bab yang lain. Kami tak bisa menahan senyum setiap kali membayangkan Reda mengetik hal-hal yang didiktekan Soca kecil yang meringkuk di sisinya sambil sesekali menggigiti selimut.

Saat Reda Gaudiamo dan Soca Sobhita betul-betul memercayai kami untuk menerbitkan naskahnya, kami gembira bukan main. Dan dalam prosesnya pun, Reda menjadi kawan yang hangat, yang senantiasa memaklumi kekikukan kami yang masih sangat baru dalam hal penerbitan buku. Karenanya, proses penyuntingan dan penyusunan buku ini menjadi perjalanan yang penuh suka ria. Ketika ditanya mengapa naskah ini yang kami pilih untuk terbitkan, jawabannya sesederhana karena kami menganggapnya karya yang indah dan ingin agar ia dibaca lebih luas. Semoga nanti, saat teman-teman akhirnya juga menyelesaikan “Aku, Meps, dan Beps”, teman-teman juga berpendapat sama. Selamat membaca.

 

Salam hangat dari kami di POST Press.

 

*Buku “Aku, Meps, dan Beps” akan diluncurkan di POST pada tanggal 7 Januari 2017.

 

**Pre order dapat dilakukan hingga tanggal 20 Desember 2016 dengan mengirim email berisi jumlah buku, alamat kirim dan nomor telepon ke postpasarsanta@gmail.com. Semoga teman-teman yang memesan melalui pre-order sudah dapat memperoleh bukunya sebelum tahun 2016 berakhir :)